Bersepeda ketika Berwisata di Jepang, Laos, dan Bali

Aku suka sekaliiii sepedahan. Untuk transportasi, untuk olahraga, untuk jalan-jalan sambil melihat pemandangan. Bahkan waktu kuliah aku sampai bawa sepeda dari rumah supaya aku bisa ke kampus dengan naik sepeda. Meskipun kalau terlambat naik ojek juga sih hahaha.

Kalau aku lagi jalan-jalan ke suatu tempat yang memungkinkan untuk bersepeda, entah memang jalanannya sepi atau memang warganya banyak yang bersepeda, aku akan mencari cara untuk sewa sepeda supaya aku bisa berkeliling dengan nyaman. Menurutku mengendarai sepeda adalah salah satu cara terbaik untuk berkeliling sambil menikmati pemandangan sekaligus melihat kehidupan warga sekitar.

Aku ingin berbagi pengalamanku jalan-jalan dan menyewa sepeda untuk muter-muter di beberapa tempat yang berbeda yaitu di Jepang, Laos, dan Bali. Mungkin beberapa info yang aku berikan akan kurang sesuai sekarang karena ini sudah beberapa tahun yang lalu, yang terakhir saja tahun 2019.

Hiroshima dan Osaka, Jepang

Sudah bukan rahasia lagi bagi banyak orang bahwa di Jepang, sepeda adalah salah satu transportasi pilihan. Makanya orang-orang sana dikenal sehat karena banyak bergerak sampai tua. Sepeda memang adalah salah satu transportasi yang paling banyak digunakan di Jepang. Makanya waktu aku mengunjungi Jepang beberapa tahun lalu, aku penasaran banget ingin jalan-jalan pakai sepeda juga. Aku dan teman-temanku mencari tempat menyewa sepeda. Banyak, kok, dan suprisingly murah untuk ukuran Jepang.

Salah satu sepeda yang aku sewa waktu di Jepang

Bagaimana menyewa sepeda di Jepang?

Biasanya kan sebagai turis di Jepang, kita akan sering banget berada di stasiun, nah, biasanya di stasiun-stasiun besar ini ada tempat penyewaan sepeda. Seingat aku, waktu di Hiroshima aku menyewa di stasiun Hiroshima dan waktu di Osaka aku menyewa di Stasiun Shin-Osaka karena dekat dengan penginapanku di sana. Tapi sepertinya mereka tidak terlalu diberdayakan oleh wisatawan (dan sepertinya tidak terlalu diiklankan untuk wisatawan ya) jadi kadang-kadang lokasi penyewaannya agak terpencil, yang di Hiroshima seingat aku agak ke arah pintu belakang dekat parkiran stasiun. Kalau kita tidak memang mencarinya dengan sengaja, nggak akan ketemu. Malah, aku dan teman-temanku waktu itu harus bertanya ke pusat informasi stasiun.

Di sisi lain, penyewaan di Shin-Osaka memakan tempat yang cukup besar karena memang sepedanya banyaaaak sekali. Tapi ya memang bisa dibilang agak out of the way, kalau kita di stasiun hanya untuk lewat saja dan langsung masuk kereta, kemungkinan tidak akan sadar. Sudah gitu, waktu aku ke sana, petugas penyewaannya sudah tuaaaaa sekali dan tidak bisa bahasa Inggris! Ada sih satu lagi yang lebih muda tapi kadang-kadang hanya ada yang sudah tua saja. Untungnya kalau mau menyewa sepeda, kita tidak perlu banyak komunikasi ya, hanya perlu mau sewa berapa, bayar berapa. Jadi kita bilang mau menyewa tiga sepeda, kakek itu menulis di kertas 3 x 450 = 1350 23.00 terus kita bayar, diantarkan ke sepedanya, dikasih kunci, sudah deh, bisa dibawa ke mana-mana asal dikembalikan sebelum jam 11 malam.

Pengalaman bersepeda di Jepang

Asyiiiiik sekali bersepeda di Jepang. Di kota-kota besar memang infrastrukturnya dibuat untuk memudahkan pejalan kaki. Jadi tidak ada, tuh, trotoar atau tempat penyeberangan yang tiba-tiba putus atau terhalang batu besar. Satu hal yang perlu diingat ketika bersepeda di tempat asing adalah budaya warlok (baca: warga lokal) ketika bersepeda. Mereka bersepeda di mana? Kira-kira di jalan ini boleh nggak ya? Boleh nggak ya melawan arah? Biasanya secepat apa? Nah uniknya, di Jepang, pesepeda hampir selalu disamakan dengan pejalan kaki. Di kedua kota tempat aku bersepeda, aku tidak melihat banyak jalur sepeda. Malahan, sepeda biasanya naik trotoar di jalan raya karena biasanya mobil jalannya cepat-cepat sekali. Hampir semua pengguna sepeda akan di trotoar saja bersama yang jalan kaki. Kecuali kalau di jalan perumahan yang trotoarnya cuma selebar satu meter saja.

Hal ini penting banget untuk diperhatikan karena aku tahu bahwa di beberapa negara Eropa yang banyak pengguna sepedanya, mereka "mengecam" pesepeda naik trotoar. Tapi mereka juga sangat protektif pada jalur sepeda mereka. Kalau berhenti sebentar atau berjalan terlalu lambat, bisa diomelin. Jadinya mereka juga harus turut aturan lalu lintas sebagaimana kendaraan bermotor. Sementara kalau di Jepang, pengguna sepeda bersama-sama dengan pejalan kaki. Kalau mau melintasi perempatan, ya minggir dan melewati zebra cross. Kadang-kadang di sisi zebra cross ada lajur kecil untuk sepeda tapi ini tidak mutlak harus diikuti. Tapi pesepeda akan mengikuti lampu lalu lintas yang ditujukan kepada pejalan kaki. Memang tergantung budaya setempat saja.

Sebenarnya tidak dilarang bagi pesepeda untuk turun di jalan raya yang besar, tapi tidak disarankan kalau kita tidak melaju dengan kencang. Aku pernah menonton satu video di Youtube yang menunjukkan orang yang bersepeda di antara mobil-mobil. Tapi itu pun dia harus kencang jalannya. Jadi amannya sih kalau trotoarnya cukup besar, di trotoar saja. Apalagi kalau di jalan protokol biasanya banyak orang lain yang bersepeda juga, jadi kita mencontoh saja.

Tapi kita masih harus lihat-lihat kondisi sekitar juga, ya. Biasanya kalau tidak ada orang lain yang bersepeda di sekitar kita, aku jadi was-was. Jangan-jangan nggak boleh sepedahan di sini? Tapi most of the time nggak papa, kok, dan karena banyak sekali orang menggunakan sepeda, ya di mana-mana bisa saja pakai sepeda. Paling ada di beberapa tempat rambu-rambu yang menunjukkan tidak boleh mengendarai sepeda di tempat itu. Biasanya ini di pusat perbelanjaan yang sangat ramai, misalnya di dekat pasar atau di Shinsaibashi. Kalau di tempat seperti ini dan kita ingin lewat, biasanya aku turun dan menuntun sepeda. Kalau mau belanja ya sepedanya diparkir di tempat terdekat. Biasanya untuk cari aman aku akan cari kalau ada sepeda lain yang parkir di situ, ya aku parkir di sebelahnya, hahaha, tapi sayangnya waktu di sana bisa dibilang aku koleksi surat tilang sepeda:"). Kata orang-orang sih ini nggak apa-apa, cuma peringatan saja.

Waktu di Hiroshima aku hanya berputar-putar di sekitar taman kota saja tapi waktu di Osaka aku bersepeda dari penginapanku di wilayah Shin-Osaka sampai Shinsaibashi, pusat perbelanjaan yang sangat terkenal. Aku juga mengunjungi Namba, karena ada temanku yang wibu dan ingin belanja hahaha. Ternyata Shin-Osaka cukup jauh dari pusat kota Osaka, dia agak di pinggiran jadi setiap hari aku harus bersepeda cukup jauh. Sudah gitu, aku dan teman-temanku memang bukan wisatawan tajir jadi kita agak menyesal tidak menghabiskan waktu lebih banyak di Hiroshima karena Osaka itu mahal banget! Bahkan tempat wisata seperti museum dan bangunan-bangunan unik harga masuknya cukup mahal. Hiroshima menurutku lebih ramah di kantong.

Saran bersepeda di Jepang

Waktu itu, di tahun 2007, harga menyewa sepeda sekitar 450 yen (mungkin sekitar 50ribu rupiah) persepeda perhari. Jadi tidak ada jam-jamnya sama sekali! Kalau mereka buka dari jam 10 pagi sampai 11 malam, bisa saja kita pinjam dari pagi dan baru dikembalikan menjelang jam 11 malam. Menurutku ini sangat murah, sih, apalagi dibandingkan dengan naik subway di Jepang yang bisa 800 yen pulang-pergi. Belum lagi kalau mau ke beberapa perhentian dalam satu hari. Makanya sebaiknya dimaksimalkan dengan menyewa dari pagi sampai waktu tutupnya tempat penyewaan.

Aku dan teman-temanku menyewa sepeda tidak hanya sekali, tetapi 3 kali. Pertama waktu di Hiroshima, itu untuk berkeliling daerah sekitar tengah kota saja. Di Osaka, aku menyewa sepeda hanya kalau aku memang berniat keliling-keliling tidak jelas atau sudah ada tujuan jelas yang tidak terlalu jauh. Kalau mau ke tempat yang jauh sekali kan tidak mungkin, kita akan tetap naik subway. Aku sendiri tidak terlalu suka naik kereta bawah tanah karena, satu, dia di bawah tanah jadi tidak bisa melihat pemandangan, dan dua, aku merasa awkward saja di dalamnya. Lebih baik naik sepeda, bisa mondar-mandir sesuka hati, lebih murah lagi.

Keuntungan terbesar naik sepeda di Jepang menurutku adalah kita bisa melihat pemandangan dengan jauh lebih baik. Kita juga jadi tahu bagaimana kira-kira para warlok biasanya naik sepeda. Aku pernah naik jalan layang sampai ngos-ngosan, aku juga menemukan jalan layang yang memiliki tangga khusus untuk pengguna sepeda supaya tidak perlu mendaki terjal seperti mobil, tapi naik tangga biasa dan sepedanya dituntun. Aku juga jadi melewati daerah-daerah "gelap" yang mungkin nggak akan terlihat sama wisatawan biasanya, seperti rumah triplek di bawah jalan layang dan jalanan tersembunyi di sebelah rel kereta api.


Vientiane, Laos

Aku mengunjungi Vientiane, ibukota Laos, di awal tahun 2018. Karena kesibukan di dunia nyata, sayangnya aku hanya bisa menghabiskan waktu satu hari saja di Laos, jadi basically cuma lewat doang hahaha. Nah satu hari itu aku habiskan untuk berkeliling dengan sewa sepeda! Memang sih pada akhirnya wilayah yang aku tempuh tidak terlalu luas, tapi memang Vientiane nggak luas sih dan aku akui saat itu aku dan teman-temanku kurang riset banget mengenai apa saja yang bisa kita lakukan di sana. Aku bahkan nggak nonton video Youtube sama sekali! Parah banget. Kebetulan juga waktu itu adalah lagi libur Imlek jadi kemungkinan besar akan berbeda dengan pengalaman orang-orang lain yang ke sana di hari normal.

Bagaimana caranya menyewa sepeda di Vientiane?

Aku dan teman-temanku baru sadar bahwa kita bisa menyewa sepeda waktu kita lihat banyak orang berkeliaran pakai sepeda. Kan sebelumnya aku juga belum tahu, ya, kalau ternyata di Vientiane banyak yang pakai sepeda. Jadi ya kita berkeliaran saja keluar hostel pagi-pagi setelah sarapan, mencari rental sepeda di google. Waktu itu aku menginap di Hostel Sailomyen dan kita berjalan cukup jauh ke arah Sungai Mekong baru kita menemukan rental sepeda. Karena ya sebagai sesama negara Asia Tenggara, kalau nyari bike rental kadang-kadang yang keluar malah rental sepeda motor :))).

Aku benar-benar lupa berapa harga sewanya, tapi seingatku juga harga sewanya harian seperti di Jepang. TAPIIIII mereka minta deposit mahal banget sekitar 300ribu Kip (sekitar 450ribu rupiah). Kita benar-benar hanya akan menghabiskan waktu sebentar di Laos jadi kita nggak punya uang Kip banyak. Akhirnya kita meninggalkan paspor aja, yang kalau dipikir-pikir mungkin ini bodoh juga, tapi kita tidak berpikir terlalu panjang.

Ya udah, begitu aja, sepedanya bisa langsung dibawa dan dikasih rantai juga supaya gampang kalau mau ditinggal-tinggal.

Berputar-putar di Vientiane

Ngapain sepedahan di Vientiane?

Saat aku di sana aku merasa kotanya sepiiii banget. Semacam kota kecil aja kalau di Indonesia. Tidak ada macet sama sekali karena ya memang kosong aja bahkan jalanan sepi padahal lebar banget dan banyak lampu-lampu. In hindsight, sepertinya ini gara-gara waktu itu lagi Imlek. Kebetulan hostelku dekat banget sama tengah kota, jadi kita bisa bersepeda di jalanan yang sepertinya adalah jalan utama Vientiane, yaitu Avenue Kaysone Phomvihane. Ini perkiraanku saja sih karena di sana ada beberapa kedutaan asing, monumen Patuxay yang semacam lambang kota, bahkan dekat dengan istana kepresidenan! Jadi ya mostly aku dan teman-temanku menyusuri jalan ini. Kita juga menyusuri pinggiran Sungai Mekong, foto-foto, terus mampir ke pasar untuk belanja oleh-oleh, dan mampir ke Taman Chao Anuvong yang bagus banget di tengah kota.

Seperti di Jepang, kalau di jalanan protokol aku bakal sepedahan di trotoar karena memang biasanya trotoarnya sepi. Kadang-kadang juga kalau ada orang aku turun ke jalan raya (karena jalan rayanya juga sepi). Sebenarnya Vientiane adalah kota terbesar di Laos, jadi bisa jadi kalau hari normal macet seperti di Jakarta saja.

Keterangan tambahan

Jujur aku baru sadar bahwa waktu aku mengunjungi Vientiane itu lagi Imlek dan itu di daerah sana (Laos, Vietnam, dan sekitarnya) adalah hari raya besar jadi warga kota banyak yang mudik dan toko banyak yang tutup. Mungkin ini yang bikin kota Vientiane sepi banget waktu itu. Kaya kalau Lebaran aja kali ya kalau di sini. Waktu aku lihat-lihat di internet juga sebenarnya jalan-jalan ke Vientiane cukup asyik dan banyak yang bisa dilihat seperti pasar malam dan candi-candi yang ada di tengah kota. Saranku sih jangan lupa untuk riset dengan benar sebelum bepergian ke manapun, jangan kaya aku waktu ke Vientiane hahaha. Banyak banget yang bisa didatangi dan di jalan utama itu banyak juga tempat wisata yang lokasinya berdekatan.


Nusa Dua, Bali

Tempat terakhir adalah di Nusa Dua, Bali. Kenapa cuma di Nusa Dua? Karena Nusa Dua memang wilayah resort yang tertutup jadi aku cuma berputar-putar di sekitar situ saja karena menyewa sepedanya di situ. Di belakang hotel-hotel Nusa Dua ini ada semacam jalur sepeda yang menghubungkan beberapa hotel sampai ujung yang sudah masuk kampung. Jalur ini itu di satu sisi ada laut, di sisi lainnya hotel-hotel. Jadi orang-orang yang menginap di semua hotel di sekitar situ bisa berkeliaran ke mana-mana.

Menyewa sepeda dari mana?

Sepertinya setiap hotel menyediakan penyewaan sepeda. Waktu itu aku ditanya nomor kamar, tapi aku nggak tau apakah kalau nggak nginep di hotel situ bakal dikasih harga yang lebih mahal atau enggak ya. Seingatku aku bayar 75 ribu untuk 2 jam. Cukup mahal sih hahaha tapi waktu itu aku emang lagi mengosongkan waktu untuk berkeliling tanpa tujuan di sekitar Nusa Dua saja jadi yasudah aku menyewa sepeda di sana.

Ngapain aja?

Aku muter-muter di jalur sepedanya, ada lebih dari 10 kilometer aku bersepeda. Aku ingat karena memang sengaja aku catat di hp. Kebetulan waktu itu aku nginapnya di Sofitel dan dia lokasinya di paling ujung, jadi aku bisa mulai dan mengakhiri sepedahannya di ujung jalur sepeda. Jalurnya sebenarnya cukup sempit jadi harus berhati-hati kalau ada orang lewat. Kalau ada yang jalan juga harus ngebel supaya bisa lewat. Tapi aku senang sekali waktu itu karena rasanya benar-benar capek dan puas sebagaimana habis olahraga.

Di daerah situ ada patung Kresna Arjuna dan lapangan yang cukup luas. Ada juga satu tempat kita bisa lihat ombak (???) aku juga bingung sih ombak doang kok dilihat tapi ya memang tempat itu enak untuk mencari angin dan melihat pemandangan. Namanya Pantai Water Break. Meskipun hanya dua jam dan seputar jalur sepeda saja, aku sangat menikmati sepedahan ini.


Sekian pengalamanku bersepeda ketika berwisata di tiga lokasi yang berbeda. Aku sangat menyarankan kepada semua orang yang senang berkeliling dan melihat pemandangan untuk menyewa sepeda kalau memungkinkan. Menurutku bersepeda itu enak sekali karena kita bisa berkeliling sesuai kecepatan yang kita inginkan, tidak terburu-buru seperti naik mobil atau kereta, bebas juga untuk berjalan ke manapun yang kita mau, dan bisa melewati tempat-tempat yang mungkin biasanya tidak dilihat turis lain.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s