Judul: Perempuan Perempuan Perawat Kenangan
Penulis: Tiara Sari
Tahun terbit: 2019
Penerbit: Basabasi

Aku baru aja menyelesaikan kumpulan cerita judulnya Perempuan-Perempuan Perawat Kenangan. Buku ini aku pinjam dari Perpusnas dan menceritakan, ya, kisah-kisah tentang perempuan. Aku juga baru sadar setelah mulai baca bahwa penulisnya asal Sumatera Barat dan hampir semua cerita dalam buku ini berlatar Sumatera Barat, dengan unsur budayanya sendiri.
Ada 17 cerita dalam kumpulan cerpen ini dan buku ini tebalnya 188 halaman, jadi masing-masing cerita cukup pendek, bisa dibilang bite sized hehe, menurutku jadi gampang untuk dinikmati dan ngga butuh waktu yang lama untuk mulai membayangkan latarnya, seperti kalau kita baca novel fantasi misalnya. Kan mulai baca harus ancang-ancang dulu tuh bayangin latarnya seperti apa. Kalau cerpen gini memang enaknya bisa dibaca di waktu senggang yang cuma sebentar aja.
Semua cerita dalam buku ini judulnya adalah nama perempuan yang merupakan tokoh utama dalam ceritanya, meskipun nggak semua ceritanya dari sudut pandang orang yang namanya menjadi judul. Ada yang dari sudut pandang pasangannya, anaknya, atau temannya. Jujur dalam buku ini ada dua cerita yang menurutku intinya miriiip banget, yaitu tentang pernikahan antar adat yang berbeda dan laki-lakinya orang Pariaman. Masuk akal sih karena penulisnya katanya orang Pariaman. Di sini juga aku jadi tahu soal uang jemputan yang harus dikasih oleh keluarga pihak perempuan untuk “menjemput” si laki-laki menjadi menantu mereka.
Nah di buku ini cukup memberi aku pencerahan soal diskursus “kalo pacaran kelamaan, cewe akan milih yang lebih dekat dan siap nikah”. Haha ngga sepenuhnya kaya gitu sih, aku juga lupa sejujurnya gimana aslinya, tapi intinya biasanya katanya cewek akan milih yang siap nikah daripada yang udah lama dekat tapi belum siap-siap. Aku ga pernah paham sama hal ini, karena masa sih nikah sama just anyone yang siap nikah, gitu. Kemudian baca dua cerita di buku ini yang menceritakan soal kesulitan nikah ngasih aku sedikit penjelasan. Intinya, yaaaa, adat sih. Jadi ternyata cowok asal Pariaman itu harus “dijemput” dengan sejumlah uang yang ditentukan oleh pihak keluarga dia. Jumlahnya bisa tergantung “nilai” cowok itu di mata mereka, misalnya kekayaan keluarganya dan pekerjaan si cowok itu. Jadi orang yang punya pekerjaan stabil dan berduit ya uangnya banyak. Nah, ini yang kemudian jadi masalah di dua cerita dalam buku ini. Jadi sepasang cewek dan cowok udah lama berpacaran dan pingin saling menikahi, pihak cowok minta uang jemputan yang banyak sementara pihak cewek nggak mampu. Akhirnya mereka nggak jadi-jadi nikah, deh. Padahal sebenarnya banyak yang meminang si cewek dan si cowok tapi keduanya saling menolak, sampe akhirnya mungkin keduanya udah sama-sama capek menunggu dan memilih untuk milih yang lain. Ini, sih, yang akhirnya bikin aku paham soal orang yang pingin nikah akan milih yang siap aja, daripada nunggu yang udah pacaran lama.
Bisa dibilang aku tuh anak tidak beradat (bukan tidak beradab y) karena aku lahir dan besar di Jakarta, bapak dan ibuku beda suku, kalo ikut ortuku pulang kampung aku ngang ngong aja karena ga bisa bahasa daerah dua-duanya. Tapi yaa memang di sekitarku, teman-temanku sesama orang Jakarta juga jadinya memilih untuk cari pasangan yang sama-sama orang kota atau setidaknya udah lama terpapar budaya Jakarta, supaya nggak sulit nanti kalau mau menikah. Ada aja soalnya masalah orang mau nikah, kedua pihak nggak minta aneh-aneh, tapi dari keluarganya yang banyak request. Atau malah keluarga intinya nggak banyak minta, keluarga besarnya yang minta macam-macam.
Beberapa cerita favoritku itu Rat, cerita pertama, yang menceritakan masalah uang jemputan ini. Ada juga Julintan, seorang wanita miskin yang pingin banget kehidupannya diliput acara kemanusiaan di TV supaya dapat bantuan. Tapi dia merasa kok yang selama ini diliput bukan yang paling miskin, ya? Aku juga suka Kenanga, yaitu cerita tentang perempuan yang hamil di luar nikah dan diusir oleh orang tuanya, but with a twist. Karena aku juga penasaran gimana kalau anak yang diusir itu malah balas dendam. Aku ngerti, sih, mungkin orang tua yang sudah tua nggak mau harus lagi momong bayi, tapi tiba-tiba mengusir anak yang hamil di luar nikah itu basically bilang mending anak mereka mati kelaparan di jalan daripada punya anak haram di rumah. Di sisi lain, aku juga mikir bahwa orang yang sudah bisa bikin bayi, entah di luar atau di dalam pernikahan, harusnya bisa mikir konsekuensi, termasuk diusir keluarga dan harus hidup sendiri. Oh well makanya pake kondom frens.
Lalu ada juga cerita soal cucu, Rosela, yang suka memimpikan neneknya yang bisa dibilang verbally abusive. Suka ngomong kasar ke Rosela dan ibunya, seluruh keluarganya, sampe-sampe bahkan ibunya sendiri senang waktu si neneknya meninggal. Nenek ini dulunya pernah mengadu domba keluarga sampai ibunya dicoret dari daftar keluarga, melempari rumah ibunya dengan batu bata, dan lain-lain. Tapi dalam cerita ini, diceritakan kalau Rosela suka mimpiin nenek dalam mimpi yang mengerikan dan ibunya kemudian minta Rosela untuk mendoakan neneknya supaya tenang dan nggak lagi mengganggu mereka dalam mimpi. Ibunya juga pernah bilang “nenek sudah tiada, jadi kita ingat yang baik-baiknya saja”. Hmmmmmmm aku punya mixed feelings juga sih soal ini, betul sebaiknya jangan mendendam karena malah akan bikin kita sendiri capek hati. Tapi, masa iya kemudian kita harus banget mendoakan si nenek? Apalagi dalam cerita ini, ibunya Rosela tuh bukan anak si nenek? Aku juga nggak akan mendoakan orang yang aku nggak suka untuk masuk neraka, tapi jujur aku cuek aja waktu mereka meninggal. Ya udahlah. Tapi mungkin kalau aku diganggu dalam mimpi seperti Rosela dan ibunya, aku juga akan melakukan hal yang sama, demi kedamaian aku sendiri.
Masih ada beberapa cerita menarik lainnya. Seperti soal dua orang yang saling mengirim surat seperti pasangan pacaran padahal belum pernah saling ketemu, soal ibu yang juga verbally abusive sampe ditinggal anaknya satu persatu, dan juga soal istri korban KDRT yang menolak bantuan seluruh kampung yang mendatangi rumah dia. Secara keseluruhan, aku cukup suka baca kumpulan cerpen ini. Cerita-ceritanya cukup pendek dan nggak menguras otak jadi seru dibacanya.