Punya Ereader, Apakah Worth It?

I’m a proud user of an e-reader. Aku sudah punya ereader selama kurang lebih dua tahun sekarang. Di sini aku ingin berbagi pengalaman aku menggunakan ereader selama ini. Perangkat yang aku punya adalah Kobo Clara HD jadi mungkin banyak pengalaman aku yang spesifik ke jenis erader ini saja.

Ereader atau ebook reader adalah alat elektronik yang fungsinya adalah untuk membaca buku elektronik. Tapi kan baca buku bisa di tablet atau hape? Tentu saja beda, perbedaan utamanya dari layar. Ereader layarnya bukan jenis LCD melainkan E-Ink sehingga terlihat seperti kertas asli dan tidak bikin silau atau pusing.

Sebelum akhirnya kesampean, aku sudah lama banget pingin punya ereader karena aku suka sekali membaca buku. Sebelumnya aku juga sudah membiasakan baca buku elektronik di HP. Ada banyak aplikasi yang bisa membaca EPUB dan mempunyai fitur-fitur yang nyaman. Alasan utama akhirnya aku memutuskan membeli tentu karena cahayanya. Aku merasa terlalu lama melihat layar hape bikin mata cepat capek. Nggak bagus juga, kan, blue light dari layar untuk mata kita apalagi kalau mau tidur. Layar E-Ink nggak memiliki cahaya seperti itu jadi sangat nyaman untuk baca berjam-jam. Perbedaan terbesar dari layar E-Ink dengan LCD adalah bahwa LCD mengeluarkan cahaya ke arah kita sedangkan E-ink cahayanya berasal dari bawah atau samping layar untuk menerangi layar. Yang juga menarik adalah LCD berlawanan dengan cahaya, jadi kalau di bawah matahari kita harus menyalakan cahaya ponsel sampai maksimal, kan? Berbeda dengan E-Ink, di bawah matahari malah tidak perlu menyalakan cahaya sama sekali.

Tapi sebaliknya juga berlaku, kalau di ruangan gelap biasanya kecerahan ponsel diturunkan segelap mungkin, dengan E-Ink malah harus dinaikkan sedikit.

Aku juga merasa dengan baca dari hape aku mudah sekali distracted. Misal tiba-tiba ada notifikasi atau tiba-tiba aku pingin buka Twitter, jadinya aku nggak terlalu konsentrasi saat baca buku. Ereader memang fungsi utamanya untuk membaca dan tidak punya banyak fitur tambahan jadi aku bisa konsentrasi dengan mudah. Karena itu juga, dia memiliki ketahanan baterai yang sangat tinggi. Kalau aku lagi rajin baca setiap hari sekitar 2-5 jam perhari, mungkin sekali charge selama 2-3 jam baterainya akan tahan seminggu. Tapi kalau aku lagi jarang baca bisa hampir sebulan. Apalagi kalau wifinya dimatikan. Jadi menurutku sangat praktis.

Memilih Ereader untuk Dibeli

Ada beragam jenis ereader di pasaran. Yang sangat basic dan murah biasanya touchscreen dengan tombol power seperti yang aku punya. Ada juga yang tidak berlampu, itu bisa lebih murah lagi. Ada ereader yang tahan air jadi bisa digunakan di bak mandi hahaha tapi buatku itu nggak terlalu mendesak ya. Selain itu yang cukup high-end biasanya punya tombol fisik di sampingnya untuk membalik halaman buku. Ini membuat pegangan kita pada ereader semakin mantap karena bezelnya tebal. Memang, dibandingkan dengan smartphone, bezel ereader tebal sekali dan bentuk layarnya cenderung lebih mirip persegi.

Mungkin ereader yang paling terkenal di dunia adalah merek Kindle yang berasal dari Amerika Serikat. Aku juga tentu melihat merek ini waktu awal-awal. Keuntungannya punya merek Kindle adalah dia terhubung dengan jaringan Amazon yang sangat luas. Selain itu, Amazon adalah perusahaan sangat besar yang hampir mustahil akan bangkrut jadi seharusnya support untuk software dan toko buku akan selalu ada. Tapi aku juga melihat merek-merek ereader lain. Merek lain yang cukup terkenal adalah Kobo dan Nook. Selain itu masih ada merek-merek yang lebih kecil seperti Onyx Boox, Boyue, dan banyak lagi.

Pada akhirnya aku memutuskan di antara ketiga merek paling terkenal karena aku pikir akan lebih mudah mencari supportnya. Saat aku bandingkan ketiganya, aku merasa Kindle agak kemahalan dibandingkan dengan produk Kobo dan Nook yang setara. Banyak orang menerima hal ini karena Kindle memang terhubung dengan jaringan toko buku Amazon yang sangat luas, jadi mungkin untuk beberapa orang ini tidak apa-apa. Yang bikin aku kesal juga adalah produk Kindle itu semuanya memiliki dua jenis, beriklan dan tidak beriklan. Produk yang beriklan lebih murah tapi setiap dikunci layarnya, dia akan menampilkan iklan sementara produk yang tidak beriklan hanya menampilkan sampul buku yang terakhir dibaca. Aku takut ini akan mengganggu di kemudian hari. Setelah itu aku juga mengetahui bahwa Kindle itu cukup sulit untuk dimodifikasi karena dia sistemnya sangat terkunci sementara Kobo yang paling mudah diutak-atik seperti install aplikasi pihak ketiga dan memasukkan buku yang bukan dibeli dari tokonya. Jadi aku pilih merek Kobo.

Aku memutuskan untuk beli jenis Kobo Clara HD karena dia harganya cukup masuk akal dan memiliki lampu. Bisa dibayangkan, ereader Kindle dengan harga hampir sama tidak punya lampu sementara Kobo sudah punya. Memang sih di beberapa situs ulasan teknologi di internet disebutkan bahwa lampu tidak terlalu dibutuhkan karena kalau kita baca di tempat yang terang, layar e-ink akan terang seperti kertas biasa. Tapi kenyataannya, lebih enak kalau bisa menyalakan lampu bawaan sedikit. Lagipula, bayangkan kalau ereadernya tidak berlampu. Nanti aku sama sekali nggak bisa baca di tempat gelap dong? Aku tahu ini nggak baik hahaha tapi gimana ya.

Logistik

Aku membeli ereader ini lewat Ebay. Aku ingat waktu itu aku galau banget karena bingung mau beli dari penjual yang mana. Ini benar-benar pertama kalinya aku membeli barang dari Ebay. Akhirnya aku pilih yang penjualnya di Australia supaya ongkos kirimnya nggak terlalu mahal. Setelah beberapa minggu akhirnya sampai di Indonesia dan karena harus bayar bea cukai aku harus menjemput barangnya ke kantor pos besar terdekat dari alamatku.

Sebagian dari buku-buku dalam ereaderku berasal dari toko buku Kobo di Kobo.com bayarnya pakai VCC. Karena budget yang terbatas aku nggak beli buku lebih dari sekali dalam sebulan. Aku juga berusaha memaksimalkan potongan harga dan kode diskon yang aku punya. Di toko buku onlinenya selalu ada diskon, kok, meskipun kadang susah cari buku yang cocok. Sering juga aku dapet kupon diskon yang bisa aku gunakan untuk beli buku.

Selain itu aku juga dapat buku-buku aku dari sumber lainnya hehehe. Salah satunya Project Gutenberg untuk buku-buku yang sudah habis masa perlindungan HAKI-nya. Ada juga sumber lain tentu saja. Salah satu keuntungan besar menggunakan Kobo dibandingkan Kindle adalah format file yang dapat dibaca. Kindle menggunakan format MOBI sementara Kobo menggunakan format EPUB yang jauh lebih sering dipakai di mana-mana. Di internet banyak juga penulis buku independen yang menjual bukunya dengan format epub. Lalu buku-buku yang aku dapat dari sumber lain akan aku masukkan pakai Calibre.

Pemakaian

Aku sering sekali menggunakan ereaderku untuk membaca buku dan artikel. Setiap ereader tentu sudah memiliki sistem operasinya sendiri yang optimal untuk membaca tapi kalau mau mengutak-atik ada juga aplikasi pihak ketiga yang bisa di­install. Kalau sudah terbiasa, aku merasa nyaman sekali menggunakan ereader sehari-hari.

Kenyamanan

Menurutku membaca menggunakan ereader itu nyaman sekali! Bahkan bisa jadi lebih nyaman daripada buku biasa. Salah satunya karena ringan. Bandingkan dengan membaca buku biasa yang cukup berat dengan Kobo aku yang hanya 166 gram. Ini membuat ereader bisa dipegang dengan satu tangan saja dan bisa membalik halaman juga dengan satu tangan saja. Kalau membaca santai di rumah mungkin tidak terlalu terasa perbedaannya, tapi dengan ereader aku jadi bisa membaca sambil berdiri di dalam bus atau kereta dengan satu tangan lainnya berpegangan. Baca buku biasa susah kan, sambil berdiri di dalam bus? Sesungguhnya aku lupa kapan terakhir naik bus sebelum pandemi ini huhuhu.

Selain dari ringannya, aku juga suka sekali dengan fitur lampunya. Makanya menurut aku penting untuk mempunyai ereader yang mempunyai lampu, tidak seperti Kindle paling murah yang tidak ada lampunya. Bahkan di ruangan yang diterangi lampu, sering kali aku masih menyalakan lampu ereaderku meski hanya sekitar 3-5% saja. Ini sangat membantu untuk kenyamanan dalam membaca. Setelah terbiasa membaca dengan ereader, sekarang aku sering merasa terlalu gelap kalau membaca buku biasa.

Aku juga sangat senang dengan kemampuan untuk mengubah jenis font, ukuran tulisan, dan margin ketika membaca karena hal itu dapat mempengaruhi kecepatan membaca. Aku senang dengan margin yang agak besar karena menurutku aku akan bisa membaca sedikit lebih cepat. Aku juga senang dengan font yang memiliki serif karena seingat aku font serif lebih lancar dibaca oleh mata kita sehingga sering dipakai untuk teks panjang berukuran kecil.

Kapasitas

Kapasitas ereader yang besar juga sangat praktis. Dulu, untuk perjalanan panjang aku bisa membawa dua atau tiga atau bahkan empat novel tebal yang tentu saja memberatkan. Tapi ereader mempunya kapasitas besar yang bisa menampung ribuan buku di dalamnya. Kobo Clara HD punyaku kapasitasnya sebesar 8 GB, mungkin tidak terdengar besar kalau dibandingkan dengan kapasitas smartphone, tapi bayangkan buku-buku elektronik yang ukuran filenya berkisar antara 150 KB hingga 12 MB. Sebenarnya jarang, loh, yang ukurannya di atas 2 MB, rata-rata sekitar 700 KB hingga 1,5 MB saja. Aku sendiri cukup kaget sih waktu barusan aku lihat ada file buku yang ukurannya di atas 11 MB, sudah seperti video saja. Dengan kapasitas tinggi ini, aku bisa mengisi ereaderku dengan ribuan buku untuk aku bawa bepergian jadi aku bisa bawa satu ereader saja instead of buku yang banyak. Bahkan kalau tidak mau makan kapasitas memori, buku yang sudah dibaca bisa diarsipkan untuk kemudian diunduh kembali jika ingin dibaca lagi.

Fitur kamus

Ada juga beberapa fitur ereader yang sebenarnya bukan bagian dari alasan aku membeli tapi baru terasa manfaatnya saat digunakan. Yang paling terasa adalah kamus. Jadi aku sering membaca buku berbahasa Inggris. Pasti ada kan kata-kata yang jarang dipakai sehari-hari dan nggak aku mengerti artinya. Nah dalam setiap ereader biasanya ada fitur kamus, jadi tinggal menekan satu kata selama beberapa detik dan definisinya akan segera muncul. Sayangnya sih sejauh ini belum ada Bahasa Indonesia di kamus Kobo, tapi Kobo memang tidak menjual produknya di Indonesia secara resmi. Jadi mungkin masuk akal ya.

Pocket untuk membaca artikel

Selain kamus, sebenarnya aplikasi Pocket juga baru aku tahu saat punya Kobo. Sekarang aku sering sekali menggunakan Pocket dalam aktivitas berinternet sehari-hari. Misalnya aku menemukan artikel panjang saat sedang main laptop, akan aku simpan ke Pocket lewat add-on di browser. Nanti aku akan sinkronisasi ereader aku dan artikelnya langsung masuk dan bisa dibaca.

Overdrive

Sebenarnya setiap ereader Kobo memiliki satu fitur lagi yang sangat disukai orang-orang yaitu kemampuan meminjam buku dari perpustakaan yang menggunakan OverDrive. Sayangnya sepertinya perpustakaan di Indonesia tidak ada yang menggunakan OverDrive sehingga fitur ini tidak bisa aku gunakan.

Ketergantungan pada dukungan OS dan penerbit

Kekurangan dari menggunakan buku elektronik ini tetap ada, sih, menurutku yang paling besar adalah ketergantungan kita pada support dari penerbit. Bagaimana kalau suatu saat Kobo memutuskan untuk bangkrut dan semua servernya dihapus dan semua buku daring hilang? Isu ini sebenarnya memang sudah sering dibahas ya, soal hak milik barang-barang elektronik, karena sebenarnya misalnya aku beli buku elektronik, apa sebenarnya aku memiliki buku itu? Kalau tidak aku unduh dan hanya ada di server Kobo dan suatu saat dia bangkrut, bagaimana dengan buku-buku elektronik yang sudah aku beli? Karena alasan inilah sebenarnya banyak orang memilih membeli produk Amazon karena dia adalah perusahaan yang sangat besar dan tidak mungkin bangkrut (in the foreseeable future).

Tapi bagiku itu bukan masalah yang terlalu aku pikirkan, sih, karena ada kok cara untuk menyimpan buku-buku elektronik yang aku punya secara offline di laptop atau harddisk. Jadi sebagian buku elektronik yang aku punya sudah diback up di laptopku.

Inovasi cukup lambat

Kekurangan ereader lain adalah inovasinya yang cenderung lambat dibandingkan smartphone atau alat elektronik lainnya. Kalau dibandingkan dengan smartphone yang rasanya setiap tahun selalu ada inovasi baru, berbeda dengan ereader dan sebenarnya semua alat e-ink karena jarang sekali ada pembaruan besar-besaran. Dari dulu sampai sekarang teknologinya hampir sama saja. Paling perbedaannya ada di kualitas warna, lampu, ketahanan air, bluetooth, dan operating system masing-masing merek. Sudah begitu, rata-rata ereader itu masih hitam-putih. Ini nggak jadi masalah buatku karena aku seringnya baca buku dan artikel yang tidak banyak bergambar. Tapi kalau suka baca novel grafis yang warna-warni pasti akan terasa kekurangannya. Sekarang ini ereader berwarna sudah ada tapi masih jarang banget dan belum ada yang dikeluarkan oleh merek-merek besar.


Kadang-kadang orang berpikir untuk apa beli ereader kalau gunanya hanya untuk baca buku saja? Ya memang hanya untuk baca buku, terus kenapa? Kalau sering sekali baca buku, ingin bisa baca buku sambil berdiri dalam bus, ingin baca buku tanpa pegal karena keberatan, menurutku punya ereader sangat worth it.

Harapanku ke depannya ereader akan semakin populer di Indonesia dan produknya bakal dijual di sini secara langsung supaya di sini banyak pilihan dan murah seperti alat elektronik lainnya. Juga penulis-penulis Indonesia semakin banyak yang mengeluarkan buku elektronik.

                                                                 

4 Comments

Leave a Reply to Anindya Cancel reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s